Aspek Keunggulan dan Kelemahan Manajemen Madrasah
Aspek Keunggulan dan Kelemahan Manajemen Madrasah. Sampai masa awal kemerdekaan negara Republik Indonesia, madrasah pada umumnya masih banyak yang berstatus swasta. Keberadaannya ini, menjadikan madrasah mempunyai kebebasan untuk mengatur kurikulum, metode maupun sistem pendidikannya. Namun kemampuan para pengelola madrasah berbeda-beda,sehingga berakibat pada kualitas madrasah bervariasi, terutama karena tidak seragam dalam manajemennya.
Sementara itu, pemerintah dalam hal ini Departemen Agama, belum menyiapkan tenaga yang akan mengisi institusi keagamaan seperti Kantor Urusan Agama (KUA) Gum agama disekolah-sekolah dengan mendirikan Sekolah dan Hakim Agama (SGHA), Pendidikan Gum Agama (PGA) dan Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN). Pada waktu Mr Suwandi menjadi Menteri P dan K, di bentuk lah Panitia Penyelidik Pengajaran Republik Indonesia yang diketuai oleh Ki Hajar Dewantara untuk menilai masing-masing lembaga pendidikan, termasuk didalamnya madrasah dan pondok pesantren. Panitia ini merekomendasikan bahwa pengajaran yang bersifat pondok pesantren dan madrasah perlu dipertinggi dan dimodemisasi serta diberikan bantuan biaya dan lain-lain (Hanun Asrohah, 1999:178).
Rekomendasi itu sendiri menunnjukkan bahwa pemerintah menaruh peduli kepada lembaga pendidikan Islam yang sebelumnya hanya menekankan pada ilmu-ilmu Islam. Atas rekomendasi ini, langsung atau tidak langsung telah mendorong pengelola untuk memajukan madrasah seperti dengan menggunakan sistem klasika! dan memasukkan mata pelajaran umum dalam kurikulumnya. Perhatian pemerintah seperti disebut diatas, dilanjutkan oleh Menteri Agama KH Wahid Hasyim (1949-1952) dengan memasukkan tujuh mata pelajaran umum dilingkungan madrasah.
Mata pelajaran dimaksud adalah mata pelajaran membaca menulis (latin), berhitung, bahasa Indonesia, sejarah, ilmu bumi dan olah raga Abdul Rachman Shaleh (2000:113). Tujuannya tidak lain agar madrasah dapat memberikan wawasan yang lebih luas bagi lulusannya.
Kebijakan tersebut ternyata mampu meningkatkan status madrasah. Ini ditandai dengan lahirnya Undang-Undang No-4 tahun 1950 yang menyebutkan bahwa “Belajar di sekolah agama yang telah mendapat pengakuan Kementrian Agama, dianggap telah memenuhi kewajiban belajar” (Abdul Rachman Shaleh, 2000:113). Selanjutnya madrasah bahkan dikembangkan menjadi Madrasah Wajib Belajar dengan masa belajar selama 8 tahun.
Pengembangan manajemen madrasah, diteruskan lagi pada tahun 1975 dengan keluarnya SKB3 Menteri yakni Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama, sebagai fndak lanjut Instruksi Presiden nomor 15 tahun 1974. SKB itu sendIri menjelaskan bahwa:
- Ijazah madrasah dapat mempunyai nilai sama dengan ijazah sekolah umum yang sederajat.
- Lulusan madrasah dapat melanjutkan kesekolah umum yang setingkat leblh atas, dan
- Siswa madrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang setingkat (Abdul Rachman Shaleh, 2000:114).
Langkah-langkah peningkatan mutu madrasah, masih berlanjut dengan penegerian atau dikelola dan dibiayai pemerintah melalui Departemen Agama, Namun sebagian lainnya tetap dalam status swasta, sehingga kelemahan SDM, sarana, metode dan faktor in-put belum bisa teratasi dengan baik.
Hal ini secara langsung berpengaruh kepada masyarakat luas dan menjadi kurang berminat terhadap madrasah, kecuali beberapa saja yang memiliki kualitas sama atau bahkan lebih unggul dari sekolah umum yang sederajat. Sedangkan pada daerah-daerah tertentu yang masyarakatnya memang mempunyai kecenderungan pada madrasah karena alasan materi ilmu agama Islam lebih banyak dari sekolah umum, maka jumlah siswa yang memasuki madrasah relatif cukup besar.
Perjalanan madrasah yang demikian ini, menunjukkan bahwa lembaga ini sesungguhnya mempunyai peluang yang luas bagi pengelolanya,temtama swasta. Peluangnya itu diarahkan untuk mengembangkan madrasah dengan menerapkan manajemen sesuaistandar untuk mencapai kemajuan.
Dengan begitu, maka madrasah dapat dikembangkan menjadi institusi yang memiliki kemampuan untuk mendidik generasi muda dalam mencapai kesejahteraan duniawi dan ukhrawi. Bagi swasta, keberadaan nya tidak terlalu terikat dengan aturan dari pemerintah. Sedangkan kelemahannya adalah sarana pendukung dan tenaga yang dimiliki sangat terbatas serta anggaran yang kurang memadai untuk mewujudkan madrasah yang menjadi harapan masyarakat banyak.
Departemen Agama selaku Intitusi pemerintah yang membina madrasah, juga dihadapkan pada problema anggaran yang terbatas dalam membiayai lembaga-lembaga yang menjadi tanggung jawabnya, termasuk terhadap madrasah swasta. Seiain itu, kelemahan madrasah juga karena input yang pada umumnya merupakan “sisa” yang tidak tertampung disekoiah umum.
Berbeda dengan Departemen Pendidikan Nasional yang membina sekolah negeri (SD sampai SMU). Lembaga ini mendapat alokasi anggaran dalam Jumlah relatif memadai, yang didukung pula dengan bantuan dari luar negeri guna menambah biaya pengelolaan sekolah. Dari segi input, kebanyakan siswa yang terjaring adalah mereka-mereka yang memang mempunyai keunggulan akademis dan intelektual yang tinggi.